Rabu, 25 April 2012

PENGANTAR KOMUNIKASI POLITIK



(Dosen Komunikasi Politik FDK UIN Bandung)
    Komunikasi politik sebagai disiplin ilmu telah lama tercantum dalam kurikulum ilmu sosial, baik dalam kajian ilmu komunikasi maupun dalam kajian ilmu politik. Bukan hanya mahasiswa yang tertarik dengan komunikasi politik, para komunikator politik pun juga telah lama terlibat dalam kegiatan komunikasi politik seperti anggota DPR, para pengamat politik dan para aktivis politik. Mereka telah  lama terlibat dalam fenomena komunikasi politik tersebut.



Di Indonesia pada saat ini momen-momen politik begitu banyak terjadi dan melibatkan masyarakat secara luas seperti melalui pemilihan umum secara langsung anggota parlemen (Pemilu), pemilihan langsung Presiden (Pilpres) dan pemilihan langsung kepala daerah (Pilkada). Momen-momen politik tersebut meniscayakan lahirnya berbagai bentuk komunikasi politik. Oleh karenanya kajian komunikasi politik ini akan terus berkembang seiring dengan berjalannya proses politik di Indonesia. Pengertian Komunikasi Politik
Mendefinisikan komunikasi politik memang tidak cukup hanya dengan menggabungkan dua definisi, “komunikasi” dan “politik”. Ia memiliki konsep tersendiri, meskipun secara sederhana merupakan gabungan dari dua konsep tersebut. Komunikasi dan politik dalam wacana ilmu pengetahuan manusia merupakan dua wilayah pencarian yang masing-masing dapat dikatakan relatif berdiri sendiri. Namun keduanya memiliki kesamaan-kesamaan sebab memiliki objek material yang sama yaitu manusia. Kesamaan objek material ini membuat kedua disiplin ilmu itu tidak dapat menghindari adanya pertemuan bidang kajian. Hal ini disebabkan karena masing-masing memiliki sifat interdisipliner, yakni sifat yang memungkinkan setiap disiplin ilmu membuka isolasinya dan mengembangkan kajian kontekstualnya. Komunikasi mengembangkan bidang kajiannya yang beririsan dengan disiplin ilmu lain, seperti sosiologi dan psikologi, dan hal yang sama berlaku pula pada ilmu politik (Syam, 2002:18).

Komunikasi politik secara keseluruhan tidak bisa dipahami tanpa menghubungkannya dengan dimensi-dimensi politik serta dengan segala aspek dan problematikanya. Kesulitan dalam mendefinisikan komunikasi politik terutama dipengaruhi oleh keragaman sudut pandang terhadap kompleksitas realitas sehari-hari. Kalaupun komunikasi dipahami secara sederhana sebagai “proses penyampaian pesan”, tetap saja akan muncul pertanyaan, apakah dengan demikian komunikasi politik berarti “proses penyampaian pesan-pesan politik.” Lalu apa yang disebut pesan-pesan politik itu? Berkenaan dengan hal ini, sebelum memahami konsep dasar komunikasi politik, perlu terlebih dahulu ditelurusi pengertian politik paling tidak dalam konteks yang menjadi masalah penelitian ini.

Politics, dalam bahasa Inggris, adalah sinonim dari kata politik atau ilmu politik dalam Bahasa Indonesia, Bahasa Yunani pun mengenal beberapa istilah yang terkait dengan kata politik, seperti politics (menyangkut warga negara),  polities (seorang warga negara), polis (kota negara), dan politeia (kewargaan). Pengertian leksikal seperti ini mendorong lahirnya penafsiran politik sebagai tindakan-tindakan, termasuk tindakan komunikasi, atau relasi sosial dalam konteks bernegara atau dalam urusan publik. Penafsiran seperti ini selaras dengan konsepsi seorang antropolog semisal Smith yang menyatakan bahwa politik adalah serangkaian tindakan yang mengaarahkan dan menata urusan-urusan publik (Nie dan Verb, 1975:486). Selain terdapat fungsi administratif pemerintahan, dalam sistem politik juga terjadi penggunaan kekuasaan (power) dan perebutan sumber-sumber kekuasaan. Smith sendiri memahami kekuasaan sebagai pengaruh atas pembuatan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan yang berlangsung secara terus menerus. Konsep lain yang berkaitan dengan politik adalah otoritas (authority), yaitu kekuasaan (formal) yang terlegitimasi.

Dalam pandangan Surbakti (1999:31), politics didefinisikan sebagai “the management of conflict.” Definisi ini didasarkan pada satu anggapan bahwa salah satu tujuan pokok pemerintahan adalah untuk mengatur konflik. Jadi pemerintahan sendiri pada dasarnya diperlukan untuk memberikan jaminan kehidupan yang tentram bagi masayrakatnya, terhindar dari kemungkinan terjadinya konflik diantara individu ataupun kelompok dalam masyarakat. Pengertian ini memang didasarkan pada realitas politik di negara-negara bagian di Amerika.
Untuk bisa mengatur konflik tentu tidak bisa menghindari pentingnya kekuasaan dan otoritas formal. Penguasa yang tidak memiliki kekuasaan tidak akan pernah mampu mengatasi masalah-masalah yang sewaktu-waktu muncul di masyarakat. Konsekuensinya, ia dengan sendirinya akan kehilangan legitimasi dan dianggap tidak berfungsi.

Dalam proses politik, terlihat kemudian posisi penting komunikasi politik terutama sebagai jembatan untuk menyampaikan pesan-pesan. Proses ini berlangsung di semua tingkat masyarakat di setiap tempat yang memungkinkan terjadinya pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya. Sebab dalam kehidupan bernegara, setiap individu memerlukan informasi terutama mengenai kegiatan masing-masing pihak menurut fungsinya. Jadi dalam kerangka fungsi seperti ini, Rush dan Althoff (1997:24) mendefinisikan komunikasi politik sebagai:
Proses di mana informasi politik yang relevan diteruskan dari suatu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik.
Karena itu, kata Budiardjo (1956:38), sistem politik demokrasi selalu mensyaratkan adanya kebebasan pers (freedom of the press) dan kebebasan berbicara (freedom of the speech). Dan fungsi-fungsi ini semua secara timbal balik dimainkan oleh komunikasi politik. Itulah sebabnya, Susanto (1985:2) mendefinisikan komunikasi politik sebagai :

komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama.
Kerangka yang diberikan ilmu komunikasi bagi komunikasi politik adalah sebagaimana digambarkan dalam paradigma Laswell: siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa dan dengan akibat apa. Paradigma ini mengklaim bahwa unsur-unsur komunikasi tersebut berlaku dalam setiap proses komunikasi, dan berlaku inheren dalam komunikasi politik. Walaupun dipandang sangat “berbau” mekanistik, dan karenanya berimplikasi simplistik dan linier, penghampiran ini berjasa untuk menelaah komunikasi politik lebih lanjut.
Nimmo (2000:8) melukiskan dengan singkat bahwa politik adalah pembicaraan, atau kegiatan politik adalah berbicara. Politik pada hakekatnya kegiatan orang secara kolektif sangat mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial. Bila orang mengamati konflik, mereka menurunkan makna perselisihan melalui komunikasi. Bila orang menyelesaikan perselisihan mereka, penyelesaian itu adalah hal-hal yang diamati, diinterpretasikan dan dipertukarkan melalui komunikasi.

Pendapat ini diperkuat oleh almond dan Powell yang menempatkan komunikasi politik sebagai suatu fungsi politik, bersama-sama dengan fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi dan rekrutmen yang terdapat dalam suatu sistem politik. Komunikasi politik merupakan prasyarat yang diperlukan bagi berlangsungya fungsi-fungsi yang lain. Sedangkan Galnoor menyebutkan bahwa komunikasi politik merupakan infrastruktur politik, yakni suatu kombinasi dari berbagai interaksi sosial di mana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan kekuasaan masuk ke dalam peredaran (Arifin, 2003:9).
Dari deskripsi di atas, komunikasi politik memusatkan kajiannya kepada materi atau pesan yang berbobot politik yang mencakup di dalamnya masalah kekuasaan dan penempatan pada lembaga-lembaga kekuasaan (lembaga otoritatf). Hal ini bisa diperkuat oleh pendapat Sumarno (1993:3) yang mengajukan formulasi komunikasi politik sebagai suatu proses, prosedur dan kegiatan membentuk sikap dan perilaku politik yang terintegrasi dalam suatu sistem politik. Dalam ungkapan yang lebih terbuka komunikasi politik menyangkut hal-hal sebagai berikut: (1) disampaikan oleh komunikator politik, (2) pesannya berbobot politik yang menyangkut kekuasaan dan negara, (3) terintegrasi dalam sistem politik.
Fungsi Komunikasi Politik

Menurut Sumarno (1993:28) fungsi komunikasi politik dapat dibedakan kepada dua bagian. Pertama, fungsi komunikasi politik yang berada pada struktur pemerintah (suprastruktur politik) atau disebut pula dengan istilah the governmental political sphere, berisikan informasi yang menyangkut kepada seluruh kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Isi komunikasi ditujukan kepada upaya untuk mewujudkan loyalitas dan integritas nasional untuk mencapai tujuan negara yang lebih luas.
Kedua, fungsi yang berada pada struktur masyarakat (infrastruktur politik) yang disebut pula dengan istilah the socio political sphere, yaitu sebagai agregasi kepentingan dan artikulasi kepentingan, dimana kedua fungsi tersebut sebagai proses komunikasi yang berlangsung di antara kelompok asosiasi dan proses penyampaian atau penyaluran isi komunikasi terhadap pemerintah dari hasil agregasi dan artikulasi tersebut.
Apabila dilihat secara umum, maka fungsi komuniksi politik pada hakekatnya sebagai jembatan penghubung antara suprastruktur dan infrastruktur yang bersifat interdependensi dalam ruang lingkup negara. Komuniksi ini bersifat timbal balik atau dalam pengertian lain saling merespons sehingga mencapai saling pengertian dan diorientasikan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Demikian Definisi dan Fungsi komunikasi politik secara ringkas. Tulisan ini hanya berupaya untuk menjadi pengantar sebelum memasuki kajian komunikasi politik yang lebih intens.

REFERENSI
Arifin, Anwar, 2003. Komunikasi Politik: Paradigma-Teori-Aplikasi-Strategi Komunikasi Politik Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Budiardjo, Miriam, 1956, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta
Nie dan Verb, 1975. Political Participation, Handbook of Political Sciences. FredI. Greenstein & Nelson W,P. (eds), Wesley Publishing Company, Addison.
Nimmo, Dan, 2005. Political Communication and Public Opinion. Goodyear Publishing Company, California.
Rush dan Althoff, 1997, Pengantar Sosial Politik. Raja Grafindo, Jakarta
Sumarno AP, 1993. Dimensi-dimensi Komunikasi Politik, Citraaditya Bakti, Bandung
Surbakti, Ramlan, 1999, Memahami Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta.
Susanto Phil Astrid S. 1985. Komunikasi Sosial di Indonesia. Binacipta, Bandung.
Syam, Nina Winangsih, 2002. Rekonstruksi Ilmu Komunikasi Perspektif Pohon Komunikasi. Depdiknas, Unpad, Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar